 |
Para hafiz asal Jawa Barat yang sedang menempuh studi di Kairo Mesir. Dari kiri, Fahmi, Cici, Aar dan Iip. [Dok. Pribadi] |
Kairo-Berstatus sebagai pelajar di Universitas Al-Azhar Kairo tidak sedikit pun menghalangi empat mahasiswa/i asal Jawa Barat ini untuk mengkhatamkan hafalan 114 surat dari 30 juz Alquran. Meski dihadapkan dengan segudang aktivitas kampus dan kemahasiswaan yang terkadang beriringan, mereka bisa mengatur dan memadukannya dengan baik. Selasa, 03 April 2018 menjadi hari kebahagian bagi tiga dari empat hafiz tersebut, pada Selasa malam itu mereka diwisuda oleh para ustadz dari Majelis Qur’an Abu Amru Abbas El-Akkad atau majelis Alquran yang masyhur dengan nama Maqura di Aula Pasanggarahan KPMJB, Distrik 10, Madinah Naser, Kairo.
Di bawah bimbingan ustadz Arif Wardani, Lc., M.Hum ketiga mahasiswi tersebut sukses menjadi hafidzah ke-55, 57 dan 58. Mereka adalah Iip Toyibah, hafizah ke-55, Cici Purwati, hafizah ke-57 dan Aar Rahmawati, hafizah ke-58. Dalam wisuda kemarin malam itu, Maqura mewisuda 5 hafizah yang mukim di Rumah Tahfiz Maqura Wati.
Iip Toyibah
Iip Toyibah adalah mahasiswi kedatangan tahun 2014. Mahasiswi alumni Pon-Pes Darunnajah 2 Bogor ini memulai hafalan qurannya sejak tahun 2014. Mahasiswi yang akrab disapa Teh Iip ini juga mengaku sangat kesulitan untuk membagi waktu. Antara waktu ngampus dan waktu menghafal. Namun, solusi terbaik menurutnya adalah dengan mengatur waktu sebaik mungkin. Selain itu, menurut warga BBOKARD (Bekasi, Bogor, Karawang, Depok) ini, menghafal juga harus disertai dengan motivasi.
“Ana biasanya kalau mau kuliah harus menghafal dulu. Jadi gak bisa pergi keluar kalau belum hafalan atau harus nyiapin hafalan dari malem. Agak sulit emang membagi waktu yang sama-sama penting dalam keseharian kita, tapi Alquran itu pembawa keberkahan. Jangan pernah takut ketika kita selalu bersama Alquran!”
Tidak sembarang orang bisa menghafal Alquran, menurut Iip selama kita bersungguh-sungguh dan istiqamah niscaya hafalan itu akan melekat dan tidak akan hilang. “Hati yang tulus tidak akan pernah bosan apalagi menyerah untuk membaca dan penghapal Alquran. Karena ia yakin rasa lelah nya akan terganti dg kemuliaan disisi rabb Nya.”
Cici Purwati
Cici Purwati adalah mahasiswi kedatangan tahun 2015. Mahasiwi alumni Pon-Pes Ummul Qura Al-Islami Bogor ini memulai hafalannya di Maqura tahun 2016. Selain kuliah dan menghafal, Cici juga sibuk dengan aktivitas organisasi. Ketika awal masuk Maqura, Cici merupakan bagian dari dewan pengurus Keputrian KPMJB. Setelah di tahun 2017-2018 ikut menjadi kru buletin Manggala, periode 2018-2019 ini Cici didapuk menjadi Pemimpin Umum. Namun, bagi Cici itu bukan masalah. Permasalahannya adalah dia harus tetap menghormati waktu dan hafalannya.
“Biasanya saya muroja’ah setiap pagi dan malam bersama teman-teman yang lain. Saya selalu meluangkan waktu untuk menghafal Alquran setiap sebelum berangkat kuliah dan tidak lupa menyetorkan setiap selepas kuliah. Saya punya prinsip bahwasannya menyibukkan diri bukan berarti harus meninggalkan al qur’an.”
Meski demikian, Cici juga banyak berhadapan dengan masalah. Menurut Cici, masalah terbesar bagi wanita adalah hati. Cici sangat ketat banget dengan urusan hati.
“Banyak cobaan , salah satunya cobaan hati . Ketika kita harus menghafal Alquran sebisa mungkin hindari hal yang bersangkutan dengan hati , hindari hal yang bersangkutan dengan lawan jenis . Karena semua hal itu sangat mengganggu sekali.”
Aar Rahmawati
Aar Rahmawati adalah mahasiswi kedatangan tahun 2014. Alumni Pon-Pes Khusnul Khotimah Kuningan ini mulai menghafal di Maqura sejak 2015. Lika-liku menghafal banyak dirasakan Aar selama menghafal di Maqura. Aar mengaku kadang ia senang, kesal dan sedih. Namul, hal itu tidak lantas membuatnya menyerah. Aar merasa selalu dianugerahkan kemudahan semasa ia menghafal.
“Walaupun banyak liku-liku yang dialami ketika menghafal. Kesel ketika menghafal yang tak kunjung lancar, bahkan sampai nangis pun sering saya alami ketika menghafal. Saya merasa Allah selalu memudahkan urusan saya dalam hal apapun, terkadang tanpa disadari sekalipun. Dekat dengan Alquran itu indah.”
Aar juga mengaku merasa kesulitan. Menurut Aar, terkadang untuk fokus ke satu hal itu ada hal lain yang terkorbankan, namun bukan berarti mengenyampingkan. Awal-awal antara kuliah dan menghafal imbang, tapi ternyata banyak godaan nya. Aar memastikan bahwa dirinya harus tegas kepada dirinya. Karena ia tidak akan pernah berani bermain-main dengan jadwal dan tujuan. Begini pesan Aar bagi mereka yang sedang dan akan menghafal Alquran.
“Upgrade niat semata-mata hanya karena Allah, cari komunitas penghafal Alquran, lalu gabung dengan mereka. Karna kita tanpa jamaah adalah rapuh. Dan bersabar ketika menghafal kalam Allah itu akan lebih masuk ketika hati dan jiwa kita tenang. Dan tetep istiqomah.”
Fahmi Rizki Maulana
Fahmi Rizki Maulana datang ke Mesir pada tahun 2015. Berbeda dengan ketiga mahasiswa Jawa Barat lainnya, alumni Pondok Modern Darus Salam Garut ini memulai hafalannya di Daar El Waseela. Mulai menghafal awal Oktober 2017, selama 6 bulan (akhir Maret 2018) Fahmi bisa menyelasaikan hafalannya. Menariknya, selama 2 bulan terakhir Fahmi menanggalkan HP hanya demi fokus pada hafalannya.
”Menghafal Alquran bukan perkara mudah atau susah, yang ada hanyalah sabar dan pasrah dibarengi dengan harakah dan langkah, dengan itu kita akan menemukan arah untuk sampai kepada hidayah, setelah hidayah didapat maka akan ada sakinah di dada, dengan sakinah melahirkan istiqomah, sehingga akhirnya sampai ke nihayah. Sabar, sabar dan istiqomah, menghafal sedikit lebih namun istiqomah lebih disukai dari pada menghafal banyak namun terhenti.”
Menurut Fahmi, Alquran ibarat seorang wanita yang tak mau diduakan, ketika penghafal menduakan Alquran (tidak memprioritaskannya) maka Alquran akan bertindak sama bahkan enggan untuk berada dalam dada penghafal itu. Mahasiswa Sawarga (Garut) ini mengatakan, Alquran dengan kuliah bukanlah dua unsur berbeda, bukan pula sisi yang saling bertolak, justru keduanya ibarat sepasang suami istri yang tak bisa dipisah, keduanya harus bersama tuk melahirkan keturunan, begitu pula Alquran dan kuliah. Keduanya harus bersama tuk melahirkan ilmu yang berkah.
Demikian kisah Fahmi dengan hafalannya. Terlepas dari itu semua, hal yang menjadi nomer wahid bagai Fahmi adalah bagaimana mengatur waktu dengan baik. Kalau saja waktu itu diatur dengan tepat, Fahmi mengatakan, “Insya Allah semua target bisa beriringan dengan irama nada yang sama buat masa depan kita”. Fahmi juga melanjutkan, “Harus ada yang kita korbankan tuk mendapatkan perhargaan Alquran.”
Reporter: Nurkhaliza Garnis – Abdul Fatah Amrullah
Subhanallah sangat menginspirasi
اللهم اجعل القرآن شهيدا لنا ولا علينا